IMPLIKASI PERUBAHAN IKLIM TERHADAP DINAMIKA PERKEMBANGAN
ORGANISME PENGGANGGU TUMBUHAN (OPT)
Syahri
Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Selatan
Jl. Kol H.
Barlian No. 83 Km. 6 Palembang
Email: bptp-sumsel@litbang.deptan.go.id
Abstrak
Perubahan iklim karena pemanasan
global telah mengubah kondisi iklim global, regional, maupun lokal. Pertanian
merupakan salah satu sektor yang sangat rentan terhadap perubahan iklim yang
berdampak pada produktivitas tanaman dan pendapatan petani. Dampak tersebut
bisa secara langsung maupun tidak langsung melalui serangan OPT, fluktuasi suhu
dan kelembaban udara yang semakin meningkat yang mampu menstimulasi pertumbuhan
dan perkembangan OPT merupakan beberapa pengaruh perubahan iklim yang berdampak
buruk terhadap pertanian di Indonesia. Perubahan iklim juga berimplikasi
terhadap munculnya ras, strain, biotipe, genome baru dari hama dan penyakit
yang mempengaruhi tanaman, ternak dan manusia dan berdampak menimbulkan risiko
baru terhadap ketahanan pangan. Beberapa
hal yang dapat dilakukan sebagai upaya untuk mengantisipasi perubahan iklim di
antaranya pemantauan terhadap dinamika serangan OPT, identifikasi
faktor-faktor iklim yang berpengaruh terhadap perkembangan dan distribusi
serangan OPT, membuat model prediksi dan validasi model prediksi serangan OPT,
membangun sistem peringatan dini, adanya kelembagaan yang tepat dan akurat, mengembangkan
penelitian tentang prediksi iklim dan permodelannya, serta penerapan sistem
budidaya tanaman yang sehat yang diintegrasikan dalam teknologi pengelolaan
hama dan penyakit tanaman secara terpadu.
Kata kunci: perubahan iklim,
organisme pengganggu tumbuhan, pertanian.
PENDAHULUAN
Perhatian masyarakat nasional dan
internasional semakin meningkat terhadap isu lingkungan global, khususnya
perubahan iklim yang telah muncul sebagai isu utama lingkungan global. Iklim
global telah mengalami perubahan sejak revolusi industri, diperkirakan
konsentrasi CO2 telah meningkat 30% (Iwantoro, 2008). Menurut laporan IPPC tahun 2007, rata-rata
temperatur global akan meningkat antara 0,9-3,5oC pada tahun 2100
(Campbell, 2007). Peningkatan emisi gas rumah kaca diketahui telah menimbulkan
adanya pemanasan global.
Perubahan iklim karena pemanasan
global (global warming) telah mengubah kondisi iklim global, regional, maupun
lokal. Hal ini karena iklim merupakan unsur utama yang berpengaruh dalam sistem
metabolisme dan fisiologi tanaman, maka perubahan iklim global akan berdampak
buruk terhadap keberlanjutan ketahanan tanaman. Perubahan iklim global akan
mempengaruhi setidaknya tiga unsur iklim dan komponen alam yang sangat erat
kaitannya dengan pertanian, yaitu: (a) naiknya suhu udara yang juga berdampak
terhadap unsur iklim lain, terutama kelembaban dan dinamika atmosfer, (b)
berubahnya pola curah hujan, (c) makin meningkatnya intensitas kejadian iklim
ekstrim (anomali iklim) seperti El- Nino dan La-Nina, dan (d) naiknya permukaan
air laut akibat pencairan gunung es di kutub.
Pemanasan global juga dapat menyebabkan
peningkatan intensitas kejadian iklim ekstrim (el-nino dan la-nina) dan
ketidakteraturan musim. Selama 30 tahun terakhir terjadi peningkatan suhu
global secara cepat dan konsisten sebesar 0,2oC per dekade, 10 tahun
terpanas terjadi pada periode setelah tahun 1990. Pertanian merupakan salah
satu sektor yang sangat rentan terhadap perubahan iklim yang berdampak pada
produktivitas tanaman dan pendapatan petani. Dampak tersebut bisa secara
langsung maupun tidak langsung melalui serangan OPT, fluktuasi suhu dan kelembaban
udara yang semakin meningkat yang mampu menstimulasi pertumbuhan dan
perkembangan OPT merupakan beberapa pengaruh perubahan iklim yang berdampak
buruk terhadap pertanian di Indonesia (Iwantoro, 2008).
Organisme Penganggu Tanaman (OPT)
merupakan faktor pembatas produksi tanaman di Indonesia baik tanaman pangan,
hortikultura maupun perkebunan. Organisme pengganggu tanaman secara garis besar
dibagi menjadi tiga yaitu hama, penyakit dan gulma. Hama menimbulkan gangguan
tanaman secara fisik, dapat disebabkan oleh serangga, tungau, vertebrata,
moluska. Sedangkan penyakit menimbulkan gangguan fisiologis pada tanaman,
disebabkan oleh cendawan, bakteri, fitoplasma, virus, nematoda dan tumbuhan
tingkat tinggi. Perkembangan hama dan penyakit sangat dipengaruhi oleh dinamika
faktor iklim. Sehingga tidak heran kalau pada musim hujan dunia pertanian
banyak disibukkan oleh masalah penyakit tanaman, sementara pada musim kemarau
banyak masalah hama.
Dampak dari perubahan iklim adalah
meningkatnya kejadian iklim ekstrim, berubahnya pola hujan, bergesernya awal
musim, banjir, kekeringan, dan naiknya permukaan air laut. Perubahan itu
otomatis merubah pola tanam padi di Indonesia dan juga memicu perubahan pola
hidup OPT (organisme penganggu tanaman) yang dapat menyebabkan ledakan hama
penyakit tanaman. Perubahan iklim juga berimplikasi terhadap munculnya ras,
strain, biotipe, genome baru dari hama dan penyakit yang mempengaruhi tanaman,
ternak dan manusia dan berdampak menimbulkan risiko baru terhadap ketahanan
pangan. Oleh sebab itu, subsektor
tanaman pangan merupakan salah satu yang menerima dampaknya.
Direktorat Perlindungan Tanaman (2010)
melaporkan bahwa kekeringan, kebanjiran, dan OPT telah menyebabkan sekitar 380
ribu ha sawah terganggu, dan 48 ribu ha di antaranya gagal panen. Sebagai
contoh, selama MH 2010-1011 periode Oktober-Desember, serangan berat wereng batang
coklat (WBC) seluas 9.961 ha, serangan sedang seluas 1.261 ha, serangan berat
278 ha, dan puso 12 ha. Selama periode Januari-Desember 2010, serangan WBC
diduga mencapai 132.322 ha dan puso 4.586 ha. Serangan terluas terjadi di Jawa
Barat (60.735 ha), Jawa Tengah (30.872 ha), Jawa Timur (27.066 ha), dan Banten
(9.265 ha).
Fakta tersebut
menunjukkan adanya kaitan perubahan iklim seperti peningkatan suhu dengan
masalah hama dan penyakit di Indonesia. Namun, untuk memahami masalah secara
menyeluruh perlu pengkajian khusus dan dalam tentang dampak iklim terhadap
perubahan hama dan penyakit. Sehingga dapat dirumuskan langkah antisipasi yang
tepat, baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Tulisan ini bertujuan untuk
memberikan informasi mengenai pengaruh iklim terhadap perkembangan OPT serta
bagaimana upaya yang telah dan sebaiknya dilakukan untuk mengantisipasi
permasalah tersebut.
PENGARUH
PERUBAHAN IKLIM TERHADAP PERKEMBANGAN OPT
Pengaruh perubahan iklim terhadap
populasi OPT sulit diprediksi, karena adanya keseimbangan antara OPT dengan
tanaman inangnya (host) serta musuh alaminya. Namun secara umum,
digeneralisasi sebagai berikut:
1.
Tanaman
yang mengalami tekanan/stress karena perubahan iklim lebih rentan terhadap
serangan OPT.
2.
Serangga
hama dan mikroba termofilik (menyukai kondisi panas) lebih diuntungkan dengan
makin panjangnya musim panas/kemarau dan meningkatnya temperatur .
3.
Organisme
yang saat ini bukan sebagai OPT suatu saat dapat menjadi OPT.
4. OPT dapat berekspansi ke wilayah
lain.
Hama dan penyakit tanaman bersifat dinamis dan perkembangannya
dipengaruhi oleh lingkungan biotik (fase pertumbuhan tanaman, populasi
organisme lain, dsb) dan abiotik (iklim, musim, agroekosistem, dll). Pada
dasarnya semua organisme dalam keadaan seimbang (terkendali) jika tidak
terganggu keseimbangan ekologinya. Di lokasi
tertentu,
hama dan penyakit tertentu sudah ada sebelumnya atau datang (migrasi) dari
tempat lain
karena tertarik pada tanaman padi yang baru tumbuh. Perubahan iklim, stadia
tanaman, budidaya, pola tanam, keberadaan musuh alami, dan cara pengendalian
mempengaruhi dinamika perkembangan hama dan penyakit.
Pada musim hujan, hama dan penyakit yang biasa merusak tanaman
padi adalah tikus, wereng coklat, penggerek batang, lembing batu, penyakit
tungro, blas, dan hawar daun bakteri, dan berbagai penyakit yang disebabkan
oleh cendawan. Dalam keadaan tertentu, hama dan penyakit yang berkembang dapat
terjadi di luar kebiasaan tersebut. Misalnya, pada musim kemarau yang basah,
wereng coklat pada varietas rentan juga menjadi masalah. Sedangkan pada
musim kemarau, hama dan penyakit yang merusak tanaman padi terutama adalah
tikus, penggerek batang dan walang sangit.
Pengaruh Iklim terhadap Perkembangan
Hama
Beberapa
dampak yang disebabkan karena perubahan iklim terhadap perkembangan hama tanaman
adalah sebagai berikut.
−
Terganggunya
keseimbangan antara populasi hama, musuh alami dan tanaman inangnya.
−
Pengaruh
secara langsung maupun tidak langsung terhadap insect survival,
perkembangan, daerah sebar dan dinamika populasi.
−
Gangguan
sinkronisasi antara tanaman inang dan perkembangan serangga hama terutama pada
musim penghujan/dingin, peningkatan temperatur akan lebih mendukung
perkembangan serangga hama dan daya hidup serangga hama pada musim
dingin/penghujan.
−
Temperatur
yang meningkat dapat menyebabkan serangga hama yang semula hidup di belahan
selatan bumi dapat melakukan invasi ke belahan utara bumi (contoh: kumbang
pinus).
−
Meningkatnya
kadar CO2 udara dapat menurunkan kualitas pakan serangga pemakan
tumbuhan, sebagai akibat dari meningkatnya kadar nitrogen pada daun sehingga
berakibat pada melambatnya perkembangan serangga (Coviella & Trumble,
1999).
−
Perubahan
iklim dapat menyebabkan perubahan fenologi dan kisaran inang serangga.
Pengaruh
Iklim terhadap Perkembangan Penyakit
Beberapa dampak yang disebabkan
karena perubahan iklim terhadap perkembangan penyakit tanaman adalah sebagai
berikut.
−
Musim panas/kemarau yang lebih panas akan
menguntungkan patogen termofilik.
−
Akibat peningkatan temperatur, distribusi geografis
serangga vektor penyakit tanaman menjadi meluas sehingga memperluas insidensi
penyakit.
−
Meningkatnya temperatur diketahui telah meningkatkan
serangan Phytophthora cinnamomi, penyebab penyakit busuk akar dan
pangkal batang pada tanaman berdaun lebar dan konifer.
−
Kekeringan yang terjadi pada musim kemarau dapat
meningkatkan serangan jamur penyebab penyakit yang sangat tergantung tekanan/stress
yang dialami inangnya.
−
Berkurangnya hari hujan diperkirakan dapat
menurunkan serangan patogen yang menyerang daun.
−
Peningkatan konsentrasi CO2 di udara
mengakibatkan meningkatnya fekunditas dan agresiveness patogen (Coakley et
al., 1999)
−
Hasil penelitian menunjukkan setiap peningkatan suhu
sebesar 1oC dapat mempercepat terjadinya penyakit hawar daun kentang
(4-7 hari lebih cepat).
Faktor-faktor
Lingkungan yang Mempengaruhi Dinamika Perkembangan OPT
Hama maupun patogen merupakan makhluk
hidup yang dalam aktifitasnya sangat dipengaruhi oleh perubahan lingkungan. Menurut
Semangun (2004), terjadinya suatu penyakit tanaman akan dipengaruhi oleh tiga faktor
penting yaitu tanaman inang yang rentan (susceptible
host), patogen yang virulen serta kondisi lingkungan yang sesuai. Apabila ketiga faktor tersebut tercapai maka
penyakit tanaman akan muncul. Faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan
penyakit di antaranya suhu rendah yang dapat meningkatkan intensitas penyakit,
kelembaban dan curah hujan yang tinggi cenderung meningkatkan intensitas
serangan penyakit. Hal ini tentunya mengindikasikan bahwa faktor lingkungan
merupakan faktor penting dalam mendukung terjadinya penyakit tanaman.
Begitu juga dengan serangan hama
tanaman akan sangat dipengaruhi oleh perubahan lingkungan. Beberapa faktor yang mempengaruhi
perkembangan hama di antaranya adalah suhu, curah hujan, kelembaban dan
kualitas pakan. Menurut Petzoldt dan
Seaman (2010), setiap peningkatan suhu sebesar 2oC akan
mengakibatkan peningkatan satu hingga lima siklus hidup serangga per musim. Namun,
beberapa serangga hama juga akan mengalami penghambatan pertumbuhan ketika
terjadi suhu yang esktrim panas atau esktrim dingin.
ANTISIPASI
DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP PERKEMBANGAN OPT
Beberapa hal yang dapat dilakukan
sebagai upaya untuk mengantisipasi perubahan iklim di antaranya sebagai
berikut.
1.
Pemantauan
terhadap dinamika serangan OPT
2.
Identifikasi
faktor-faktor iklim yang berpengaruh terhadap perkembangan dan distribusi
serangan OPT
3.
Membuat
model prediksi dan validasi model prediksi serangan OPT (peramalan serangan
OPT)
4.
Membangun
sistem peringatan dini (early warning
system)
5.
Adanya
kelembagaan yang tepat dan akurat
6.
Mengembangkan
penelitian tentang prediksi iklim dan permodelannya.
7.
Penerapan
sistem budidaya tanaman yang sehat yang diintegrasikan dalam teknologi
pengelolaan hama dan penyakit tanaman secara terpadu.
Dampak
Perubahan Iklim
|
Adaptasi
yang dapat dilakukan
|
Meningkatnya
variabiitas dan perubahan musiman curah hujan
|
• Diversifikasi tanaman
• Sistem penanaman yang oportunis
|
Menurunnya
kelembaban tanah
|
• Zero tilliage practices
• Pemilihan tanaman/kultivar yang tepat
|
Perubahan
dinamika populasi hama, penyakit dan gulma
|
Meningkatkan
monitoring dan adopsi teknologi PHT
|
Meningkatnya
stress akibat peningkatan suhu
|
• Pemilihan waktu penanaman yang tepat
• Pemilihan kultivar yang tepat
|
Menurunnya
kualitas biji-bijian/nutrisi
|
• Menyesuaiakan aplikasi pupuk dengan
kondisi musim
|
Sumber: Natawidjaja & Widarto (2008)
Adaptasi
Perubahan Iklim pada Sistem Pertanian Intensif
Dampak
perubahan iklim
|
Adaptasi
yang dapat dilakukan
|
Meningkatnya
suhu dan kadar CO2 udara yang berakibat pada meningkatnya
kebutuhan air dan perubahan waktu berkecambah/panen
|
• Mengamankan supply air
• Memperbaiki pengelolaan air
• Merevisi jadwal penanaman untuk menjaga
hasil panen dan memenuhi permintaan pasar
|
Perubahan
wilayah sebar dan insidensi serangan OPT
|
Meningkatkan
monitoring dan adopsi teknologi PHT
|
Menurunnya
kualitas hasil panen akibat kekurangan air, meningkatnya suhu udara dan kadar
CO2
|
• Melakukan modifikasi pemupukan
• Mengubah siklus penanaman untuk
menghindari kondisi ekstrim
|
Sumber: Natawidjaja & Widarto (2008)
Inovasi Teknologi pada Tanaman Padi untuk
Mengantisipasi Perubahan Iklim
Dari segi inovasi teknologi budidaya tanaman padi, Badan Litbang
Pertanian telah menerapkan komponen budidaya padi dalam satu paket PTT
(Pengelolaan Tanaman Terpadu). PTT yang sudah berhasil dikembangkan adalah PTT
Padi sawah irigasi, PTT padi sawah tadah hujan, PTT padi rawa (rawa lebak dan
pasang surut), PTT padi gogo, PTT padi hibrida, dan PTT padi ketan. Komponen
pendukung PTT, dapat dibagi menjadi komponen dasar dan pilihan. Komponen dasar
merupakan komponen yang sangat dianjurkan, sedangkan komponen pilihan merupakan
komponen yang disesuaikan dengan kondisi, kemauan, dan kemampuan petani
setempat.
Komponen dasar, terdiri dari:
1.
Varietas
Unggul Baru.
2.
Benih
bermutu dan berlabel.
3.
Pemberian
bahan organik melalui pengembalian jerami ke sawah atau dalam bentuk kompos
4.
Pengaturan
populasi secara optimum.
5.
Pemupukan
berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara tanah.
6. Pengendalian hama dan penyakit dengan
menggunakan pendekatan pengendalian hama terpadu (PHT).
Komponen pilihan, terdiri dari:
1. Pengolahan tanah sesuai musim dan pola
tanam.
2. Penggunaan bibit muda (<21 hari).
3. Tanam bibit 1-3 batang per rumpun.
4. Pengairan berselang atau intermittent.
5. Penyiangan dengan landak atau gasrok.
6. Panen tepat waktu dan gabah segera
dirontok.
Beberapa inovasi teknologi lain yang dikembangkan oleh Badan
Litbang Pertanian di antaranya adalah penyediaan kalender tanam yang di
dalamnya berisi informasi mengenai awal musim tanam, rekomendasi pemupukan,
maupun peta kerawanan terhadap OPT, kebanjiran dan kekeringan. Pemanfaatan
kalender tanam ini diharapkan dapat menekan tingkat kehilangan hasil yang
disebabkan oleh OPT maupun dampak dari perubahan iklim seperti kekeringan
maupun kebanjiran pada suatu lokasi.
PENUTUP
Perubahan iklim global berpengaruh
nyata terhadap sistem pertanian termasuk di Indonesia, meluasnya kisaran jenis
invasif baik dari golongan serangga, cendawan, bakteri, nematoda dan gulma.
Untuk menghadapi perubahan iklim global tersebut diperlukan kajian terhadap
pengaruh perubahan iklim terhadap dinamika populasi dan sebaran OPT, kajian
mengenai adaptasi tanaman terhadap perubahan iklim serta penggunaan
varietas/kultivar tanaman yang tahan terhadap OPT maupun dampak perubahan
iklim.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011.
Inovasi Padi Menghadapi Perubahan Iklim.
Sinar Tani Edisi 5-11 Januari 2011 No. 3387 Tahun XLI.
Baehaki,
SE. 2011. Inovasi Teknologi Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Padi. Disampaikan pada Workshop Dukungan
Inovasi dalam Penyiapan Strategi Pengendalian OPT Padi Nasional. Cipayung, 4-6 Desember 2011.
Garrett,
KA et al. 2006. Climate
Change Effects on Plant Disease: Genomes to Ecosystems. Annu.
Rev. Phytopathol. 44:489–509.
Garrett,
KA et al. 2009. Plant
Pathogens as Indicators of Climate Change.
Iwantoro,
S. 2008.
Pengaruh Perubahan Iklim Global terhadap Eksistensi Spesies Invasif dan
Perdagangan Global. Prosiding Seminar
Nasional PEI dan PFI Komda Sumsel.
Palembang, 18 Oktober 2008.
Natawidjaja,
H. dan H.T. Widarto. 2008. Pengaruh Perubahan Iklim terhadap Dinamika
Populasi OPT. Prosiding Seminar Nasional PEI dan PFI Komda Sumsel. Palembang, 18 Oktober 2008.
Petzoldt, C
and A. Seaman. 2010. Climate Change Effects on Insects and
Pathogens.
Roja,
A. 2009.
Pengendalian Hama dan Penyakit Secara Terpadu (PHT) pada Padi
Sawah. BPTP Sumatera Barat.
banyaknya artikel yang ada disini memiliki kualitas content yang bermanfat bagi saya, tak heran bila blog pertanian ini ramai pengunjung? salam sukses
BalasHapus