Selamat datang di Komunitas Blog Hama dan Penyakit Tumbuhan

Selasa, 23 Desember 2014


Membuat Pestisida dari Bahan Alami

Ketergantungan terhadap pestisida kimia tidak disadari telah menjadikan lingkungan kita tercemar sehingga berakibat pada organisme yang hidup di atasnya. Penggunaan pestisida kimia yang tidak bijak bahkan telah menyebabkan musnahnya musuh alami hama penyakit serta risiko munculnya residu yang berbahaya bagi kita sendiri. Dengan alasan praktis, ampuh dan mudah didapat menjadikan pestisida sebagai primadona dalam pengendalian hama penyakit. Penggunaan pestisida dalam PHT sesungguhnya bukanlah pilihan utama namun bukan barang haram untuk dipilih sebagai cara pengendalian. Akan tetapi apabila pestisida dipilih sebagai satu-satunya cara pengendalian (setelah dinilai cara pengendalian lain tidak/kurang berhasil untuk mengendalikan OPT), maka penggunaannya haruslah dilakukan dengan memperhatikan cara- cara yang bijaksana (baik dan benar) dan aman konsumsi serta berdampak seminimal mungkin terhadap lingkungan dan organisme bukan sasaran dan musuh alami.
            Beranjak dari itu semua, alam dengan segudang kekayaan yang dimilikinya sebenarnya menyimpan harta yang tak ternilai yang sebagian belum termanfaatkan secara maksimal oleh manusia. Alam telah menyediakan bahan yang bisa berguna sebagai pestisida alami yang aman dan ramah lingkungan. Pestisida alami begitulah biasanya orang-orang menyebutnya, bisa berasal dari mikroorganisme bermanfaat seperti jamur, bakteri, nematoda, virus dsb dan bisa pula berasal dari tumbuh-tumbuhan. Pestisida dari mikroorganisme sudah mulai banyak diproduksi dan umumnya sebagai bahan tambahan dalam pembuatan kompos diperkaya. Pengetahuan yang minim dalam aplikasinya dan sulitnya dalam perbanyakan terkadang membuat kita malas menggunakannya. Nah, sebagai antisipasi kita bisa menggunakan pestisida yang berasal dari tumbuhan yang sering dijumpai di sekitar kita.
Berikut ini beberapa hasil pengujian terhadap beberapa jenis tumbuhan penghasil pestisida nabati:
No.
Nama Tumbuhan
Bagian Tumbuhan
Serangga Uji
1.
Babadotan, Ageratum conyzoides
Daun, bunga, batang, akar
Tribolium castaneum
2.
Jeringau, Acorus calamus
Rimpang
Sitophilus sp.
3.
Bengkuang, Pachyrhizus erosus
Biji
Callosobruchus analis, Sitophilusi sp.
4.
Serai dapur, Cymbopogon nardus
Daun
Callosobruchus analis
5.
Bawang putih, Allium sativum
Umbi
Callosobruchus analis
6.
Tuba, Derris eliptica
Akar
Sitophilus sp., Carpophilus sp.
7.
Brotowali, Tinospora sp.
Batang
Tribolium castaneum
8.
Srikaya, Annona squamosa
Biji
Callosobruchus analis
Sumber: Kardinan (2001).
Beberapa jenis bahan tanaman yang bisa dijadikan pestisida alami:
Jenis Tanaman
Cara Pembuatan
Hama yang dikendalikan
Srikaya
Biji ditumbuk dan dibuat tepung, lalu dicampur dengan air dan disaring kemudian disemprotkan
Aphid dan hama lainnya
Tuba
Akar, kulit, kayu dan daun ditumbuk dan diberi air, lalu diambil ekstraknya, konsentrasi 6 sdm/3 L air
Berbagai jenis hama serangga
Jeringau
Rimpang dikeringkan dan dibuat  tepung, lalu dicampur air dan disemprotkan
Berbagai jenis hama serangga
Kemangi
Daun segar atau kering direbus dengan air secukupnya, lalu disaring dan disemprotkan
Berbagai jenis hama serangga
Kucai (Allium schoenoprasum)
Seduh dengan air panas, lalu didinginkan dan disaring, kemudian disemprotkan
Mencegah penyakit embun tepung
Bawang putih
- Gerus/parut 100 g bawang putih, campur dengan 0,5 L air, 10 g deterjen, dan 2 sendok teh minyak mineral.
- Diamkan selama 24 jam, kemudian saring dengan kain halus.
- Encerkan larutan hasil penyaringan hingga 20 kali volumenya dan semprotkan ke tanaman.
Berbagai jenis hama serangga
Daun pepaya
Mengumpulkan kurang lebih 1 kg daun pepaya (sekitar 1 tas plastik besar/ 1 ember besar), kemudian ditumbuk halus dan direndam dalam 10 liter air + 30 g deterjen. Semprotkan larutan ke
tanaman.
Berbagai jenis hama serangga
Sirsak
Daun sirsak (50-100 lbr) ditumbuk halus dicampur dengan 5 L air dan diendapkan semalam. Larutan disaring dan setiap 1 L larutan hasil saringan dapat diencerkan dengan 10-15 L air. Semprotkan cairan ke seluruh bagian tanaman cabai
Thrips
Nimba
Biji nimba (20 g) atau daun nimba (50 g) dihaluskan, kemudian dicampurkan dengan 1 L air dan ditambahkan 1 cc detergen cair/sabun colek. Larutan diendapkan semalam dan selanjutnya disaring. Semprotkan larutan hasil saringan pada tanaman
Hama dan Penyakit tanaman
Sumber: Pracaya (2002).

Jumat, 19 Desember 2014



JAJAR LEGOWO UNTUK MENINGKATKAN
HASIL PANEN



            Jarak tanam merupakan salah satu faktor penentu dalam meningkatkan produksi padi.  Pengaturan jarak tanam yang salah dapat berakibat pada menurunnya produksi padi.  Jarak tanam yang terlalu rapat dapat berdampak buruk pada meningkatnya serangan OPT, sehingga dapat menurunkan produksi. Salah satu cara tanam yang dapat menekan serangan OPT dan meningkatkan hasil panen yakni sistem tanam legowo.  Abdulrachman et al. (2013) menyatakan sistem tanam jajar legowo adalah pola bertanam yang berselang-seling antara dua atau lebih (biasanya dua atau empat) baris tanaman padi dan satu baris kosong. Istilah Legowo diambil dari bahasa jawa, yaitu berasal dari kata ”lego” berarti luas dan ”dowo” berarti memanjang. Legowo di artikan pula sebagai cara tanam padi sawah yang memiliki beberapa barisan dan diselingi satu barisan kosong.

          Ada berbagai tipe jajar legowo yakni tipe 2:1 (terdapat 2 baris tanaman dalam 1 unit legowo), legowo 4:1 (terdapat 4 baris tanaman dalam 1 unit legowo), dan seterusnya.

Beberapa tipe sistem tanam legowo


Sistem tanam legowo dapat diterapkan pada berbagai agroekosistem seperti irigasi, rawa lebak, pasang surut dan bahkan tadah hujan.  Perkembangan sistem legowo ini terutama sangat banyak di daerah irigasi dan rawa lebak yang umumnya menggunakan sistem tanam pindah, sedangkan di lahan pasang surut biasanya menggunakan sistem tabela (tanam benih langsung). Namun, beberapa daerah pasang surut sudah mulai menerapka sistem legowo dengan bantuan alat Tabela seperti drum seeder.  Beberapa manfaat dari penerapan jajar legowo di antaranya:

1.  Sistem tanaman berbaris ini memberi kemudahan petani dalam pengelolaan usahataninya seperti: pemupukan susulan, penyiangan, pelaksanaan pengendalian hama dan penyakit (penyemprotan). Disamping itu juga lebih mudah dalam mengendalikan hama tikus.

2.  Meningkatkan populasi tanaman pada kedua bagian pinggir untuk setiap set legowo (40-50 ribu rumpun/ha), sehingga berpeluang untuk meningkatkan produktivitas tanaman akibat peningkatan populasi.

3.  Sistem tanaman berbaris ini juga berpeluang bagi pengembangan sistem produksi padi-ikan (mina padi) atau parlebek (kombinasi padi, ikan, dan bebek).

4.  Gerak angin bebas dapat menurunkan kelembaban, yang kurang baik untuk perkembangan hama dan penyakit

5.  Meningkatkan produksi rumpun yang di pinggir

7.  Meningkatkan produksi > 1 t/ha


Legowo 4:1 di lahan irigasi

Legowo 4:1 di lahan lebak


Legowo dengan menggunakan alat Tabela di pasang surut

Kamis, 18 Desember 2014

KATAM TERPADU Mendukung Peningkatan Produksi Padi, Jagung dan Kedelai 


       Perubahan iklim merupakan gejala alam yang telah terjadi di tingkat global, regional, maupun lokal. Salah satu dampaknya adalah perubahan awal dan akhir musim tanam yang sangat berpengaruh terhadap pola tanam, luas tanam, dan produksi tanaman. Akibat perubahan iklim, hampir setiap tahun petani berhadapan dengan pergeseran musim terkait dengan perubahan pola curah hujan. Selain itu, tidak jarang pula petani berhadapan dengan kondisi iklim yang ekstrim, baik kering (El-Nino) maupun basah (La-Nina). Kondisi iklim tersebut, memicu ancaman banjir, kekeringan dan serangan organisme pengganggu tanaman (OPT) yang berakibat pada penurunan produksi tanaman, bahkan gagal panen.
Perubahan pola curah hujan harus menjadi perhatian serius dalam mengatur pola termasuk waktu dan luas tanam, agar kesinambungan produksi dan kemandirian pangan nasional tidak terancam. Untuk itu, sangat diperlukan suatu pedoman berupa “Kalender Tanam Terpadu” yang didukung dengan sistem informasi berbasis web yang handal.
Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian Republik Indonesia pada tahun 2007 telah menyusun Atlas Kalender Tanam Jawa pada skala 1:250.000 (Volume I), Sumatera (Volume II, 2008). Atlas Kalender Tanam Kalimantan (Volume III, 2009), Sulawesi (Volume IV, 2009), dan Kawasan Timur Indonesia (Volume V, 2010) (buka web ini untuk masuk ke KATAM). Informasi yang dimuat dalam kalender tanam antara lain berupa waktu dan pola tanam, serta luas tanam potensial setiap musim sesuai dengan kondisi basah, normal, dan kering. Untuk menyederhanakan penggunaan, output dikemas dalam suatu perangkat lunak berbasis web interaktif.
Manfaat dan Sasaran
1.   Menentukan waktu tanam setiap musim (MH, MK-1 dan MK-2).
2.   Menentukan pola tanam, rotasi tanam dan rekomendasi teknologi pada skala kecamatan.
3.   Menduga potensi luas tanam untuk mendukung sistem perencanaan tanam dan produksi tanaman pangan.
4.   Mengurangi resiko penurunan dan kegagalan produksi serta kerugian petani akibat banjir, kekeringan dan serangan OPT.

Informasi yang Ditampilkan dalam KATAM
1.    Curah hujan dan prediksi awal musim
2.    Awal musim tanam
3.    Pola Tanam
4.    Luas tanam potensial per kecamatan
5.    Rekomendasi dosis pupuk
6.    Rekomendasi kebutuhan pupuk
7.    Rekomendasi varietas padi
8.    Potensi serangan OPT
9.    Wilayah rawan banjir & kekeringan

          Dengan adanya Sistem Informasi KATAM terpadu ini diharapkan semua pihak yang terlibat dalam upaya P2BN bisa saling bersinergi untuk bisa memanfaatkan sistem ini.  Namun, sistem informasi kalender tanam terpadu yang bersifat dinamis dan real time pada masing-masing musim ini, akan terus dievaluasi untuk diperbaiki, diperbaharui, dikembangkan, baik substansi maupun sistem, agar kebutuhan pengguna terhadap kapan waktu tanam pada musim tanam ke depan, rekomendasi teknologi dan informasi lainnya dapat dipenuhi. Berikut tampilan Katam Terpadu..... 



Cara Cepat Menentukan Dosis Pupuk

          Keberhasilan petani dalam budidaya tanaman sangat terkait dengan pemberian pupuk yang mereka lakukan.  Pemberian pupuk merupakan faktor utama yang sangat menentukan hasil panen. Petani sudah terbiasa dengan kebiasaan dalam menentukan dosis pupuk yang diberikan, terkadang dosis tersebut berlebihan.  Hal ini tentunya dapat menyebabkan biaya produksi meningkat dan bahkan berdampak negatif pada tanaman seperti mudahnya terserang hama penyakit. Cara terbaik untuk menetukan dosis pupuk sebenarnya adalah melalui analisa kimia tanah.  Namun, hasil analisa ini seperti sangat sulit untuk secara langsung digunakan petani.

          Untuk mempermudah petani dalam menentukan dosis pupuk khususnya pada tanaman pangan seperti padi, jagung dan kedelai Balitbangtan telah menghasilkan perangkat uji cepat yang disebut PUTS (Perangkat Uji Tanah Sawah) untuk menentukan dosis pupuk padi sawah, PUTK (Perangkat Uji Tanah Kering) untuk menentukan dosis pupuk padi gogo, jagung, kedelai serta terbaru adalah PUTR (Perangkat Uji Tanah Rawa) untuk menentukan dosis pupuk padi rawa. Kesemua perangkat ini akan secara mudah digunakan petani dan secara cepat menentukan dosis pupuk yang sesuai untuk lahan yang dimiliki petani.



 
Beberapa jenis perangkat uji tanah

         Cara kerja alat inipun sangat praktis, petani hanya diperlukan untuk mencampurkan sedikit tanah yang biasa mereka tanami dan dicampurkan dengan bahan-bahan kimia yang ada pada perangkat tersebut.  Hanya dalam hitungan menit dan tidak sampai 30 menit, petani sudah bisa mengetahui dosis pupuk Urea, SP-36, KCl serta kapur yang harus diberikan untuk lahan yang mereka miliki. Penggunaan perangkat ini akan sangat efektif jika digabungkan dengan penggunaan bagan warna daun (BWD) untuk menentukan batasan penggunaan Urea. Harganyapun cukup terjangkau dan dapat digunakan hingga beberapa kali.
         Perangkat uji tanah ini bisa diperoleh petani di Balai Penelitian Tanah Bogor atau dapat menghubungi Balai Pengkajian Teknologi Pertanian yang ada di-34 propinsi atau informasinya dapat dilihat di website Balittanah.





PENGENDALIAN PENYAKIT KRESEK PADI RAMAH LINGKUNGAN DI KABUPATEN OKU TIMUR


Penyakit kresek merupakan salah satu penyakit penting yang menyebar hampir di seluruh sentra pertanaman padi di Sumatera Selatan.  Serangan kresek yang parah dapat menyebabkan gagal panen.  Penyakit kresek umumnya mudah menyerang tanaman yang terlalu banyak pupuk N (seperti urea) dan varietas padi yang ditanam rentan penyakit kresek.  Penyakit ini dapat dikendalikan dengan menanam padi varietas tertentu yang tahan terhadap penyakit kresek dan menggunakan biopestisida yang ramah lingkungan.
 Beranjak dari itu BPTP Sumatera Selatan melakukan kegiatan kajian di lokasi yang pertanaman padinya sering mendapatkan serangan penyakit kresek, yaitu di Desa Bangun Sari Kel. Srikaton Kec. Buay Madang Timur Kab. OKU Timur. Petani disini menggunakan pestisida kimia untuk mencegah kresek dan belum pernah menggunakan biopestisida ataupun menanam padi varietas tahan penyakit kresek. Demplot seluas + 2 ha  milik Pak Nuryanto dan Pak Kabit dibuat sebagai percontohan.  Teknologi pengendalian penyakit kresek ramah lingkungan yang dikenalkan yaitu peggunaan biopestisida seperti Corynebacterium, Trichoderma, Beauveria  serta penanaman padi varietas tahan kresek seperti Inpari 4 dan Inpari 6.  Biopestisida dapat diperoleh di Balai Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura sedangkan padi Inpari 4 dan Inpari 6 dapat diperoleh dari UPBS BPTP Sumatera Selatan. 




        Hasil demplot menunjukkan bahwa penggunaan biopestisida dan varietas tahan sangat efektif dalam mengendalikan penyakit kresek, dimana penekanan penyakit mencapai 100%, dengan kata lain tidak terjadi serangan penyakit kresek. Produktivitas padi tertinggi dicapai ketika biopestisida digunakan bersamaan dengan pestisida kimia, yaitu 5,97 t GKG/ha (Inpari 4) dan 6,09 t GKG/ha (Inpari 6).  Penggunaan biopestisida juga dapat mengurangi bahaya residu pestisida pada gabah yang dihasilkan, sehingga berasnya aman untuk dikonsumsi.  Diharapkan nantinya petani mau mengurangi penggunaan pestisida kimia dan secara bertahap beralih  menggunakan biopestisida serta varietas tahan untuk mengendalikan penyakit kresek.